1.16.2008

Cinta Kasih Di Hati Manusia

Jaman dahulu kala di Rusia hidup pasangan
suami-istri Simon dan Matrena. Simon yang miskin ini adalah seorang pembuat
sepatu. Meskipun hidupnya tidaklah berkecukupan, Simon adalah seorang yang
mensyukuri hidupnya yang pas-pasan. Masih banyak orang lain yang hidup
lebih miskin daripada Simon. Banyak orang-orang itu yang malah berhutang
padanya. Kebanyakan berhutang ongkos pembuatan sepatu. Maklumlah, di Rusia
sangat dingin sehingga kepemilikan sepatu dan mantel merupakan hal yang
mutlak jika tidak mau mati kedinginan.

Suatu hari keluarga tersebut hendak membeli mantel baru karena mantel
mereka sudah banyak yang berlubang-lubang. Uang simpanan mereka hanya 3
rubel (rubel = mata uang Rusia) padahal mantel baru yang paling murah
harganya 5 rubel. Maka Matrena meminta pada suaminya untuk menagih hutang
orang-orang yang telah mereka buatkan sepatu. Maka Simon pun berangkat
pergi menagih hutang. Tapi tak satupun yang membayar. Dengan sedih Simon
pulang. Ia batal membeli mantel.

Dalam perjalanan pulang, Simon melewati gereja, dan saat itu ia melihat
sesosok manusia yang sangat putih bersandar di dinding luar gereja. Orang
itu tak berpakaian dan kelihatan sekali ia sangat kedinginan.

Simon ketakutan, "Siapakah dia? Setankah? Ah, daripada terlibat
macam-macam lebih baik aku pulang saja". Simon bergegas mempercepat
langkahnya sambil sesekali mengawasi belakangnya, ia takut kalau orang itu
tiba-tiba mengejarnya.

Namun ketika semakin jauh, suara hatinya berkata, "HAI SIMON, TAK MALUKAH
KAU? KAU PUNYA MANTEL MESKIPUN SUDAH BERLUBANG-LUBANG, SEDANGKAN ORANG ITU
TELANJANG. PANTASKAH ORANG MENINGGALKAN SESAMANYA BEGITU SAJA?"

Simon ragu, tapi akhirnya toh ia balik lagi ke tempat orang itu bersandar.
Ketika sudah dekat, dilihatnya orang itu ternyata pria yang wajahnya
sungguh tampan. Kulitnya bersih seperti kulit bangsawan. Badannya terlihat
lemas dan tidak berdaya, namun sorot matanya menyiratkan rasa terima kasih
yang amat sangat ketika Simon memakaikan mantel luarnya kepada orang itu
dan memapahnya berdiri. Ia tidak bisa menjawab sepatah kata pun atas
pertanyaan-pertanya an Simon, sehingga Simon memutuskan untuk
membawanya pulang.

Sesampainya di rumah, Matrena marah sekali karena Simon tidak membawa
mantel baru dan membawa seorang pria asing. "Simon, siapa ini? Mana mantel
barunya? "

Simon mencoba menyabarkan Matrena, "Sabar, Matrena.... dengar dulu
penjelasanku. Orang ini kutemukan di luar gereja, ia kedinginan, jadi
kuajak sekalian pulang".

"Bohong!! Aku tak percaya....sudahlah , pokoknya aku tak mau dengar
ceritamu! Sudah tahu kita ini miskin kok masih sok suci menolong orang
segala!! Usir saja dia!!"
"Astaga, Matrena! Jangan berkata begitu, seharusnya kita bersyukur karena
kita masih bisa makan dan punya pakaian, sedangkan orang ini telanjang dan
kelaparan. Tidakkah di hatimu ada sedikit belas kasih?
"Matrena menatap wajah pria asing itu, mendadak ia merasa iba. Lalu
disiapkannya makan malam sederhana berupa roti keras dan bir hangat.
"Silakan makan, hanya sebeginilah makanan yang ada. Siapa namamu dan
darimana asalmu? Bagaimana ceritanya kau bisa telanjang di luar gereja?"

Tiba-tiba wajah pria asing itu bercahaya. Mukanya berseri dan ia tersenyum
untuk pertama kalinya. "Namaku Mikhail, asalku dari jauh. Sayang sekali
banyak yang tak dapat kuceritakan. Kelak akan tiba saatnya aku boleh
menceritakan semua yang kalian ingin ketahui tentang aku. Aku akan sangat
berterima kasih kalau kalian mau menerimaku bekerja di sini."

"Ah, Mikhail, usaha sepatuku ini cuma usaha kecil. Aku takkan sanggup
menggajimu", demikian Simon menjawab.

Tak apa, Simon. Kalau kau belum sanggup menggajiku, aku tak keberatan kerja
tanpa gaji asalkan aku mendapat makan dan tempat untuk tidur."

"Baiklah kalau kau memang mau begitu. Besok kau mulai bekerja".

Malamnya pasangan suami-istri itu tak dapat tidur. Mereka bertanya-tanya.

"Simon tidakkah kita keliru menerima orang itu? Bagaimana jika Mikhail itu
ternyata buronan?" Matrena bertanya dengan gelisah pada Simon.

Simon menjawab, "Sudahlah Matrena. Percayalah pada pengaturan Tuhan.
Biarlah ia tinggal di sini.Tingkah lakunya cukup baik. Kalau ternyata ia
berperilaku tidak baik, segera kuusir dia".

Esoknya Mikhail mulai bekerja membantu Simon membuat dan memperbaiki
sepatu. Di bengkelnya, Simon mengajari Mikhail memintal benang dan membuat
pola serta menjahit kulit untuk sepatu. Sungguh aneh, baru tiga hari
belajar, Mikhail sudah bisa membuat sepatu lebih baik dan rapi daripada
Simon.

Lama kelamaan bengkel sepatu Simon mulai terkenal karena sepatu buatan
Mikhail yang bagus. Banyak pesanan mengalir dari desa-desa yang penduduknya
kaya. Simon tidak lagi miskin. Keluarga itu sangat bersyukur karena mereka
sadar, tanpa bantuan tangan terampil Mikhail, usaha mereka takkan semaju
ini.

Namun mereka juga terus bertanya-tanya dalam hati, siapa sebenarnya Mikhail
ini. Anehnya, selama Mikhail tinggal bersama mereka, baru sekali saja ia
tersenyum, yaitu dulu saat Matrena memberi Mikhail makan. Namun meski tanpa
senyum, muka Mikhail selalu berseri sehingga orang tak takut melihat
wajahnya.

Suatu hari datanglah seorang kaya bersama pelayannya. Orang itu tinggi
besar, galak dan terlihat kejam. "Hai Simon, Aku minta dibuatkan sepatu
yang harus tahan setahun mengahadapi cuaca dingin. Kalau sepatu itu rusak
sebelum setahun, kuseret kau ke muka hakim untuk dipenjarakan! ! Ini,
kubawakan kulit terbaik untuk bahan sepatu. Awas, hati-hati ini kulit yang
sangat mahal!"

Di pojok ruangan, Mikhail yang sedari tadi duduk diam, tiba-tiba tersenyum.
Mukanya bercahaya, persis seperti dulu ketika ia pertama kalinya tersenyum.

Sebenarnya Simon enggan berurusan dengan orang ini. Ia baru saja hendak
menolak pesanan itu ketika Mikhail memberi isyarat agar ia menerima pesanan
itu.

Simon berkata, "Mikhail, kau sajalah yang mengerjakan sepatu itu. Aku sudah
mulai tua. Mataku agak kurang awas untuk mengerjakan sepatu semahal ini.
Hati-hati, ya. Aku tak mau salah satu atau malah kita berdua masuk
penjara."

Ketika Mikhail selesai mengerjakan sepatu itu, bukan main terkejutnya
Simon. "Astaga, Mikhail, kenapa kau buat sepatu anak-anak? Bukankah yang
memesan itu orangnya tinggi besar? Celaka, kita bisa masuk penjara
karena...."

Belum selesai Simon berkata, datang si pelayan orang kaya. "Majikanku sudah
meninggal. Pesanan dibatalkan. Jika masih ada sisa kulit, istri majikanku
minta dibuatkan sepatu anak-anak saja".

"Ini, sepatu anak-anak sudah kubuatkan. Silakan bayar ongkosnya pada
Simon", Mikhail menyerahkan sepatu buatannya pada pelayan itu. Pelayan itu
terkejut, tapi ia diam saja meskipun heran darimana Mikhail tahu tentang
pesanan sepatu anak-anak itu.

Tahun demi tahun berlalu, Mikhail tetap tidak pernah tersenyum kecuali pada
dua kali peristiwa tadi. Meskipun penasaran, Simon dan Matrena tak pernah
berani menyinggung- nyinggung soal asal usul Mikhail karena takut ia akan
meninggalkan mereka.

Suatu hari datanglah seorang ibu dengan dua orang anak kembar yang salah
satu kakinya pincang! Ia minta dibuatkan sepatu untuk kedua anak itu. Simon
heran sebab Mikhail tampak sangat gelisah. Mukanya muram, padahal biasanya
tidak pernah begitu.

Saat mereka hendak pulang, Matrena bertanya pada ibu itu, "Mengapa salah
satu dari si kembar ini kakinya pincang?"

Ibu itu menjelaskan, "Sebenarnya mereka bukan anak kandungku. Mereka
kupungut ketika ibunya meninggal sewaktu melahirkan mereka. Padahal belum
lama ayah mereka juga meninggal. Kasihan, semalaman ibu mereka yang sudah
meninggal itu tergeletak dan menindih salah satu kaki anak ini Itu sebabnya
ia pincang. Aku sendiri tak punya anak, jadi kurawat mereka seperti anakku
sendiri."

"Tuhan Maha Baik, manusia dapat hidup tanpa ayah ibunya, tapi tentu saja
manusia takkan dapat hidup tanpa Tuhannya", kata Matrena.

Mendengar itu, Mikhail kembali berseri-seri dan tersenyum untuk ketiga
kalinya. Kali ini bukan wajahnya saja yang bercahaya, tapi seluruh
tubuhnya. Sesudah tamu-tamu tersebut pulang, ia membungkuk di depan Simon
dan Matrena sambil berkata, "Maafkan semua kesalahan yang pernah kuperbuat,
apalagi telah membuat gelisah dengan tidak mau menceritakan asal usulku.
Aku dihukum Tuhan, tapi hari ini Tuhan telah mengampuni aku. Sekarang aku
mohon pamit."

Simon dan Matrena tentu saja heran dan terkejut, "Nanti dulu Mikhail,
tolong jelaskan pada kami siapakah sebenarnya kau ini?"

Mikhail menjawab sambil terus tersenyum, "Sebenarnya aku adalah adalah satu
malaikat Tuhan. Bertahun-tahun yang lalu Tuhan menugaskan aku menjemput
nyawa ibu kedua anak tadi. Aku sempat menolak perintah Tuhan itu tapi
kuambil juga nyawa ibu mereka. Aku menganggap Tuhan kejam. Belum lama
mereka ditinggal ayahnya, sekarang ibunya harus meninggalkan mereka juga.
Dalam perjalanan ke surga, Tuhan mengirim badai yang menghempaskanku ke
bumi. Jiwa ibu bayi menghadap Tuhan sendiri. Tuhan berkata padaku,
'MIKHAIL, TURUNLAH KE BUMI DAN PELAJARI KETIGA KEBENARAN INI HINGGA KAU
MENGERTI:

PERTAMA, APAKAH YANG HIDUP DALAM HATI MANUSIA ?
KEDUA, APA YANG TAK DIIJINKAN PADA MANUSIA ?
KETIGA, APA YANG PALING DIPERLUKAN MANUSIA ?

"Aku jatuh di halaman gereja, kedinginan dan kelaparan. Simon menemukan dan
membawaku pulang. Waktu Matrena marah-marah dan hendak mengusir aku,
kulihat maut dibelakangnya. Seandainya ia jadi mengusirku, ia pasti mati
malam itu. Tapi Simon berkata, "Tidakkah di hatimu ada sedikit belas
kasih?" Matrena jatuh iba dan memberi aku makan. Saat itulah aku tahu
kebenaran pertama:

"YANG HIDUP DALAM HATI MANUSIA ADALAH BELAS KASIH"
"Kemudian ada orang kaya yang memesan sepatu yang tahan satu tahun sambil
marah-marah. Aku melihat maut di belakangnya. Ia tidak tahu ajalnya sudah
dekat. Aku tersenyum untuk kedua kalinya. Saat itulah aku tahu kebenaran
kedua:

"MANUSIA TIDAK DIIJINKAN MENGETAHUI MASA DEPANNYA. MASA DEPAN MANUSIA ADADI
TANGAN TUHAN"
"Hari ini datang ibu angkat bersama kedua anak kembar tadi. Ibu kandung si
kembar itulah yang diperintahkan Tuhan untuk kucabut nyawanya. Dan aku
melihat si kembar dirawat dengan baik oleh ibu lain. Aku tersenyum untuk
ketiga kalinya dan kali ini tubuhku bercahaya. Aku tahu kebenaran yang
ketiga:

"MANUSIA DAPAT HIDUP TANPA AYAH DAN IBUNYA TAPI MANUSIA TIDAK AKAN DAPAT
HIDUP TANPA TUHANNYA."
Simon, Matrena, terima kasih atas kebaikan kalian berdua. Aku telah
mengetahui ketiga kebenaran itu, Tuhan telah mengampuniku. Semoga kasih
Tuhan senantiasa menyertai kalian sepanjang hidup." Mikhail kembali ke
surga. (Kristamedia)

Yg menarik adalah:
Cerita ini diforward dari salah satu pengurus Falun Gong di Indonesia dlm
berita hariannya yg selalu walau bukan anggota saya diberikannya, karena
juga selalu memberikan komentar bila ada sesi ttg kesehatan.

Judulnya adalah cinta kasih di hati manusia; tentu yg dimaksud bukan hati
yg benar2 hati, karena hati kanndak bisa mikir, dan merupkan proses organ
yg menangani minyak tubuh, jadi hati yg berarti mind set.

No comments: