8.11.2008

Penanganan Dini Skizofrenia

GANGGUAN jiwa dapat terjadi kapan saja, terhadap siapa saja, dari yang paling ringan sampai yang sangat parah. Dr Gerald Mario Semen SpKj dari Rumah Sakit Jiwa Dr Soeharto Heerjan di Jakarta mengatakan, tak seorang pun dapat mengatakan dirinya tak pernah mengalami gangguan kejiwaan.
”Kalau banyak pekerjaan lalu enggak bisa tidur atau deg-degan kalau suami pulang terlambat, itu sudah merupakan gangguan kejiwaan ringan,” ujar dr Mario.
Gangguan kejiwaan merupakan masalah besar dan sangat kompleks penyebabnya. ”Gangguan jiwa seperti skizofrenia hanya bagian kecil dari gangguan jiwa, hanya satu per mil. Sementara gangguan jiwa seperti depresi sampai 15 persen,” kata dia.
Gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia, bersifat kronis, jangka panjang, sebagian besar diderita seumur hidup dan kambuhan.
”Seperti diabetes. Sekali orang divonis kena diabetes, seumur hidup ia harus hidup dengan penyakit itu, harus terus menjaga supaya kadar gula dalam darah tidak naik. Skizofrenia juga demikian. Bedanya, diabetes biasanya diderita oleh yang berusia di atas 50 tahun, sedangkan skizofrenia bisa diderita bahkan pada akil balik, oleh berbagai sebab,” kata dia.
Sayangnya, lanjut dr Mario, psikiater berada di urutan ke-10 dalam upaya penyembuhan. Di urutan awal termasuk dukun. ”Biasanya baru dibawa ke dokter setelah satu-dua tahun dibawa berobat ke mana-mana, jadi sudah parah,” sambung dia.
Mendidik masyarakat
Menurut dr Mario, yang didampingi Ketua Komite Medik dr Evalina Asnawi SpKJ dan Direktur RSJ Dr Soeharto Heerjan dr Ratna Mardiati SpKJ, penanganan dini sangat menentukan. Kalau ditangani sejak dini, bisa sampai 10 tahun tak kambuh meski memang harus rajin minum obat. Keluarga harus sadar, penderita skizofrenia harus terus minum obat.
”Memang tak bisa dimungkiri, ada gangguan jiwa yang cenderung memburuk, seperti hebefrenik, jenis tertentu dari skizofrenia,” tambah dr Ratna.
Masyarakat seharusnya dididik agar mengetahui gejala gangguan jiwa. ”Gejala paling sederhana adalah yang bersangkutan tak mau bersosialisasi, tak berproduksi. Kalau anak umur 17 tahun tiba-tiba maunya mengurung diri di kamar terus atau di depan TV terus, ini tanda-tanda yang tak boleh diabaikan,” lanjutnya.
Pendekatan terhadap penderita skizofrenia tak hanya pengobatan, tetapi juga edukasi menyeluruh; tak hanya pada pasien, tetapi seluruh anggota keluarga dan lingkungan. ”Akhir dari pengobatan adalah membangun kesadaran bahwa ia sakit dan butuh pengobatan,” ujar dr Mario. ”Itulah penerimaan diri, menerima cacat kita, seperti dalam film Beautiful Mind.” (MH/IND)

No comments: