8.25.2009

Mengapa Banyak Ilmu Kita Yang Menghilang

Jika anda termasuk orang yang suka mengumpulkan sertifikat dan ijasah, sekali waktu coba perhatikan berapa banyak jumlah sertifikat yang anda miliki itu. Kemudian, perhatikan kembali sertifikat itu satu demi satu, sambil mengingat kembali event apa yang anda ikuti sehingga anda berhak mendapatkan sertifikatnya. Selanjutnya, coba ingat-ingat kembali; topik, ilmu atau keterampilan apa yang anda pelajari dalam event itu. Lalu, tanyakan kepada diri sendiri; berapa banyak ilmu atau keterampilan itu yang masih anda miliki hingga saat ini? Jika anda masih mengingat keseluruhan ilmu yang diwakili oleh sertifikat itu, anda termasuk orang istimewa. Sebab, kebanyakan orang hanya memiliki sertifikatnya saja, namun sudah tidak lagi memiliki ilmunya. Mengapa bisa demikian?

Di komplek perumahan yang saya tinggali terdapat beberapa unit rumah kosong. Kata orang, rumah-rumah tersebut sudah belasan tahun tidak ditinggali. Dulu, rumah-rumah itu tampak cantik dan tertata rapi. Namun setelah ditinggalkan, debu-debu yang dibiarkan lama kelamaan menyebabkan menempelnya segala kotoran. Lantas, hujan dan panas yang datang silih berganti menyebabkan kayu-kayu rumah itu menjadi lapuk. Sekarang, bahkan atapnya nyaris ambruk. Semua jendelanya hancur, pintu dan kusen-kusen tak lagi berujud. Beda sekali dengan rumah-rumah lain disekitarnya yang terus dihuni. Meskipun umurnya sama tak muda, namun, rumah-rumah berpenghuni tampak tetap indah tak kurang suatu apapun.

Saya menjadi teringat akan frase ’use it, or loose it’. Rumah kita akan lebih cepat hancur jika tidak digunakan. Hey, bukankah pepatah itu biasa kita gunakan untuk otak kita? The brain; use it, or loose it. Kita hanya memiliki dua opsi atas otak kita; (1) Menggunakannya, atau (2) Kehilangannya. Memang, kita tidak secara signifikan kehilangan ukuran fisik otak, namun mungkin kita kehilangan ’isinya’. Ukuran otak kita boleh saja besar. Dan kedalam otak yang besar itu boleh saja kita sudah memasukkan segala macam ilmu dan pengetahuan. Dan sebagai bukti bahwa kita pernah memasukkan banyak hal kedalam otak itu, kita memiliki sertifikatnya. Namun, ketika segala sesuatu yang sudah kita masukkan kedalam otak itu terlalu lama tidak digunakan, mungkin akan lenyap juga.

Sekarang, mari kita bahas 3 kemiripan rumah kosong tadi dengan ilmu pengetahuan kita. Pertama, sertifikat diklat identik dengan sertifikat kepemilikan properti. Kedua, tanah tempat rumah itu dibangun identik dengan otak tempat kita menyimpan ilmu pengetahuan. Ketiga, rumah yang dibangun ditanah itu identik dengan ilmu yang disimpan dalam otak kita.

Meskipun rumah itu tidak digunakan, sang pemilik rumah tidak serta merta kehilangan sertifikatnya. Dia tetap memiliki sertifikat itu. Sama dengan kita. Meskipun kita tidak menggunakan ilmu pengetahuan itu, namun kita masih memiliki sertifikatnya. Ukuran tanah rumah-rumah itu tidak berkurang. Mungkin ukuran otak kita juga tidak berkurang. Namun, rumah yang dibiarkan kosong itu kini nyaris tidak berbentuk lagi, hingga lebih cocok disebut ’reruntuhan’. Boleh jadi, ilmu pengetahuan kita yang bersertifikat itu pun kini tinggal ’reruntuhan’ karena sudah terlalu lama tidak digunakan.

Bayangkan jika sang pemilik rumah kosong tadi membeli properti dimana-mana. Mengumpulkan sertifikatnya. Lalu membiarkan semua properti yang sudah dibelinya tidak digunakan. Sekarang, bayangkan perusahaan memiliki komitment untuk mengirim kita mengikuti diklat ini dan itu, hingga mendapatkan banyak sertifikat. Namun, kita seperti sang pemilik rumah yang tidak menggunakan rumah-rumah yang telah dibelinya tadi. Boleh jadi, itulah sebabnya; mengapa banyak ilmu kita yang menghilang. Meskipun kita masih menyimpan sertifikatnya dalam map dan figura-figura yang indah; namun. Kita sudah tidak lagi memiliki ilmunya.

No comments: