11.20.2009

Jangan Benci Aku, Mama !

Dua puluh tahun yang lalu saya melahirkan seorang anak laki-laki, wajahnya
lumayan tampan namun terlihat agak bodoh. Sam, suamiku, memberinya nama
Eric. Semakin lama semakin nampak jelas bahwa anak ini memang agak
terbelakang. Saya berniat memberikannya kepada orang lain saja untuk
dijadikan budak atau pelayan.

Namun Sam mencegah niat buruk itu. Akhirnya terpaksa saya membesarkannya
juga. Di tahun kedua setelah Eric dilahirkan saya pun melahirkan kembali
seorang anak perempuan yang cantik mungil. Saya menamainya Angelica. Saya
sangat menyayangi Angelica, demikian juga Sam. Seringkali kami mengajaknya
pergi ke taman hiburan dan membelikannya pakaian anak-anak yang indah-indah.
Namun tidak demikian halnya dengan Eric. Ia hanya memiliki beberapa stel
pakaian butut. Sam berniat membelikannya, namun saya selalu melarangnya
dengan dalih penghematan uang keluarga. Sam selalu menuruti perkataan saya.

Saat usia Angelica 2 tahun Sam meninggal dunia. Eric sudah berumur 4 tahun
kala itu. Keluarga kami menjadi semakin miskin dengan hutang yang semakin
menumpuk. Akhirnya saya mengambil tindakan yang akan membuat saya menyesal
seumur hidup. Saya pergi meninggalkan kampung kelahiran saya beserta
Angelica. Eric yang sedang tertidur lelap saya tinggalkan begitu saja.
Kemudian saya tinggal di sebuah gubuk setelah rumah kami laku terjual untuk
membayar hutang. Setahun, 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun.. telah berlalu sejak
kejadian itu.

Saya telah menikah kembali dengan Brad, seorang pria dewasa. Usia Pernikahan
kami telah menginjak tahun kelima. Berkat Brad, sifat-sifat buruk saya yang
semula pemarah, egois, dan tinggi hati, berubah sedikit demi sedikit menjadi
lebih sabar dan penyayang. Angelica telah berumur 12 tahun dan kami menyeko
lahkan dia di asrama putri sekolah perawatan. Tidak ada lagi yang ingat
tentang Eric dan tidak ada lagi yang mengingatnya. Sampai suatu malam. Malam
di mana saya bermimpi tentang seorang anak. Wajahnya agak tampan namun
tampak pucat sekali.

Ia melihat ke arah saya. Sambil tersenyum ia berkata, "Tante, Tante kenal
mama saya? Saya lindu cekali pada Mommy!"

Setelah berkata demikian ia mulai beranjak pergi, namun saya menahannya,
“Tunggu, sepertinya saya mengenalmu. Siapa namamu anak manis?"

"Nama saya Elic, Tante."

"Eric? Eric... Ya Tuhan! Kau benar-benar Eric?"

Saya langsung tersentak dan bangun. Rasa bersalah, sesal dan berbagai
perasaan aneh lainnya menerpa diri saya saat itu juga. Tiba-tiba terlintas
kembali kisah ironis yang terjadi dulu seperti sebuah film yang diputar
dikepala saya. Baru sekarang saya menyadari betapa jahatnya perbuatan saya
dulu.Rasanya seperti mau mati saja saat itu. Ya, saya harus mati...,
mati..., mati...

Ketika tinggal seinchi jarak pisau yang akan saya goreskan ke pergelangan
tangan, tiba-tiba bayangan Eric melintas kembali di pikiran saya. Ya Eric,
Mommy akan menjemputmu Eric... Sore itu saya memarkir mobil biru saya di
samping sebuah gubuk, dan Brad dengan pandangan heran menatap saya dari
samping. "Mary, apa yang sebenarnya terjadi?"

"Oh, Brad, kau pasti akan membenciku setelah saya menceritakan hal yang
telah saya lakukan dulu." Tapi aku menceritakannya juga dengan terisak-isak.
Ternyata Tuhan sungguh baik kepada saya.. Ia telah memberikan suami yang
begitu baik dan penuh pengertian. Setelah tangis saya reda, saya keluar dari
mobil diikuti oleh Brad dari belakang.. Mata saya menatap lekat pada gubuk
yang terbentang dua meter dari hadapan saya. Saya mulai teringat betapa
gubuk itu pernah saya tinggali beberapa bulan lamanya dan Eric… Eric… Saya
meninggalkan Eric di sana 10 tahun yang lalu. Dengan perasaan sedih saya
berlari menghampiri gubuk tersebut dan membuka pintu yang terbuat dari bambu
itu. Gelap sekali...Tidak terlihat sesuatu apa pun! Perlahan mata saya mulai
terbiasa dengan kegelapan dalam ruangan kecil itu. Namun saya tidak
menemukan siapapun juga di dalamnya. Hanya ada sepotong kain butut
tergeletak di lantai tanah. Saya mengambil seraya mengamatinya dengan
seksama... Mata mulai berkaca-kaca, saya mengenali potongan kain tersebut
sebagai bekas baju butut yang dulu dikenakan Eric sehari-harinya.

Beberapa saat kemudian, dengan perasaan yang sulit dilukiskan, saya pun
keluar dari ruangan itu... Air mata saya mengalir dengan deras. Saat itu
saya hanya diam saja. Sesaat kemudian saya dan Brad mulai menaiki mobil
untuk meninggalkan tempat tersebut. Namun, saya melihat seseorang di
belakang mobil kami. Saya sempat kaget sebab suasana saat itu gelap sekali.
Kemudian terlihatlah wajah orang itu yang demikian kotor. Ternyata ia
seorang wanita tua. Kembali saya tersentak kaget manakala ia tiba-tiba
menegur saya dengan suaranya yang parau.

"Heii...! Siapa kamu?! Mau apa kau kemari?!"

Dengan memberanikan diri, saya pun bertanya, "Ibu, apa ibu kenal dengan
seorang anak bernama Eric yang dulu tinggal di sini?"

Ia menjawab, "Kalau kamu ibunya, kamu sungguh perempuan terkutuk! Tahukah
kamu, 10 tahun yang lalu sejak kamu meninggalkannya di sini, Eric terus
menunggu ibunya dan memanggil, 'Mommy..., mommy!' Karena tidak tega, saya
terkadang memberinya makan dan mengajaknya tinggal bersama saya. Walaupun
saya orang miskin dan hanya bekerja sebagai pemulung sampah, namun saya
tidak akan meninggalkan anak saya seperti itu! Tiga bulan yang lalu Eric
meninggalkan secarik kertas ini. Ia belajar menulis setiap hari selama
bertahun-tahun hanya untuk menulis ini untukmu..."

Saya pun membaca tulisan di kertas itu... "Mommy, mengapa Mommy tidak pernah
kembali lagi...? Mommy marah sama Eric, ya? Mom, biarlah Eric yang pergi
saja, tapi Mommy harus berjanji kalau Mommy tidak akan marah lagi sama Eric.
Bye, Mom..."

Saya menjerit histeris membaca surat itu. "Bu, tolong katakan... katakan di
mana ia sekarang? Saya berjanji akan meyayanginya sekarang! Saya tidak akan
meninggalkannya lagi, Bu! Tolong katakan..!!"

Brad memeluk tubuh saya yang bergetar keras. "Nyonya, semua sudah terlambat.
Sehari sebelum nyonya datang, Eric telah meninggal dunia. Ia meninggal di
belakang gubuk ini. Tubuhnya sangat kurus, ia sangat lemah. Hanya demi
menunggumu ia rela bertahan di belakang gubuk ini tanpa ia berani masuk ke
dalamnya. Ia takut apabila Mommy-nya datang, Mommy-nya akan pergi lagi bila
melihatnya ada di dalam sana ... Ia hanya berharap dapat melihat Mommy-nya
dari belakang gubuk ini... Meskipun hujan deras, dengan kondisinya yang
lemah ia terus bersikeras menunggu Nyonya di sana . Nyonya, dosa anda tidak
terampuni!"

Saya kemudian pingsan dan tidak ingat apa-apa lagi.

(kisah nyata dari Irlandia Utara)

No comments: